- Artikel
- Menumbuhkan bisnis
- Memperluas bisnis di luar negri
Program Belt and Road Initiatives untuk Meningkatkan Kerja Sama Ekonomi antara Indonesia dan Tiongkok
Keputusan Tiongkok untuk menerapkan pengetatan arus modal keluar tidak mengurangi keyakinan bahwa program Belt and Road Initiative (BRI) tetap merupakan katalis kunci untuk mempercepat arus investasi langsung Tiongkok ke luar negeri. Walaupun pembatasan arus modal keluar telah dilakukan oleh Tiongkok untuk kepentingan perekonomiannya dan dianggap merupakan titik balik yang kurang mendukung, kebijakan ini tampaknya lebih diarahkan untuk jangka pendek dan dianggap tidak akan berpengaruh negatif terhadap tren investasi Tiongkok dalam jangka panjang. Presiden Tiongkok Xi Jinping telah berupaya meyakinkan bahwa Tiongkok akan tetap melanjutkan investasinya di dalam berbagai sektor kunci di seluruh dunia, dengan anggaran investasi sebesar USD 750 miliar melalui Overseas Direct Investment (ODI) dalam periode lima tahun mendatang.
Program BRI juga diyakini akan mendorong kemajuan program ODI Tiongkok, dengan fokus pada perbaikan pembangunan infrastruktur dan konektivitas jaringan yang mencakup lebih dari separuh jumlah penduduk dunia dan merupakan 29% dari nilai PDB untuk Asia, Eropa dan Afrika. Konektivitas yang lebih baik diharapkan akan membuka lebih banyak peluang pasar baru bagi perusahaan-perusahaan Tiongkok serta menunjang upaya peningkatan perdagangan, investasi dan arus modal pada skala global.
Setelah beberapa dekade investasi asing didominasi oleh upaya perolehan sumber daya alam, saat ini BRI membawa serangkaian peluang baru bagi investasi luar negeri – terutama melalui berbagai proyek pembangunan infrastruktur di Asia yang mencakup konstruksi lajur jalan, jalur kereta api, jembatan dan pelabuhan. Selama tahun 2016, sejumlah USD 14,53 miliar telah diinvestasikan di negara-negara yang berpartisipasi dalam program BRI, dengan tingkat pertumbuhan ODI yang melaju pada 44,1%.
Sejalan dengan laju pertumbuhan ODI, jumlah dan skala perusahaan swasta di Tiongkok juga mengalami peningkatan. Bila tingkat ODI perusahaan milik negara – terutama dalam sektor pertambangan dan infrastruktur – meningkat lebih dari empat kali lipat dalam beberapa tahun terakhir, tingkat ODI untuk perusahaan swasta bahkan tumbuh jauh lebih cepat, mencapai 10,4 kali lipat selama periode 2009-2015.
Data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengindikasikan bahwa nilai ODI Tiongkok di Indonesia selama periode Januari sampai September 2016 tumbuh hampir mencapai 300% dibandingkan dalam periode yang sama di tahun 2015. Sejalan dengan kebutuhan Indonesia yang mencapai lebih dari USD 400 miliar untuk menutupi kesenjangan di sektor infrastruktur dalam periode lima tahun ini, Presiden Joko Widodo telah bertekad untuk melaksanakan transformasi dalam iklim investasi melalui peningkatan yang signifikan dalam investasi untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur, dengan perolehan USD 68 miliar dari Tiongkok serta tambahan USD 6 miliar dari Jepang pada tahun 2015. Terkait penetapan kebijakan Nawacita yang menjabarkan Sembilan Prioritas Pembangunan, Pemerintah Indonesia telah menetapkan pembangunan di sektor infrastruktur sebagai area fokus utama pertumbuhan, serta menjabarkan daftar beberapa proyek infrastruktur utama di seluruh Indonesia, termasuk pelabuhan laut, bandar udara, jalan tol, MRT, LRT, tol laut dan pembangkit tenaga listrik. Sebagian dari proyek-proyek tersebut memiliki kaitan dengan keberlanjutan produksi sumber daya alam maritim dan karenanya diharapkan dapat menunjang industri maritim dalam upaya peningkatan pembangunan ekonomi nasional.
Proyek-proyek investasi berskala besar di sektor infrastruktur umumnya memerlukan dukungan modal yang kuat, sedangkan perolehan pendanaan seringkali merupakan tantangan bagi sebagian besar negara-negara Asia. Terkait hal ini, Skema BRI diharapkan dapat membantu perolehan dukungan finansial yang dibutuhkan dari sektor perbankan penentu kebijakan yang didukung Tiongkok. Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan New Development Bank, serta berbagai bentuk dana dari Pemerintah Tiongkok lainnya seperti program Silk Road Fund, telah memberikan miliaran dolar bagi pendanaan berbagai proyek BRI. Berbagai lembaga keuangan, termasuk perbankan komersial Tiongkok dan asing juga telah menjalankan peranan penting dalam pendanaan ini.
Kemitraan dalam Skema BRI memberi manfaat bagi Indonesia, tidak hanya bagi peningkatan hubungan dengan Tiongkok, tetapi juga bagi keberlangsungan pendanaan untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur nasional. Seperti telah disampaikan oleh Ketua BKPM, Indonesia perlu terlibat secara proaktif dalam program BRI agar dapat menjadi yang terdepan dalam pertumbuhan ekonomi saat ini, terutama dalam ruang lingkup ASEAN.
Hubungan antara Tiongkok dan Indonesia telah menunjukkan peningkatan yang signifikan, dengan ekspansi kerja sama ekonomi dari sektor kelistrikan dan pertambangan ke berbagai sektor lainnya – termasuk e-commerce dan pariwisata. Pada tahun 2016, Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Tiongkok Xi Jinping telah sepakat untuk meningkatkan perdagangan bilateral serta memperkecil defisit dalam neraca perdagangan, meningkatkan investasi di sektor manufaktur dan infrastruktur, dan mengembangkan industri pariwisata.
ODI Tiongkok tetap menunjukkan prospek pertumbuhan yang baik. Tiongkok tetap melanjutkan integrasi yang stabil dengan perekonomian global melalui peningkatan investasi luar negeri, terutama dengan memanfaatkan momentum penerapan Skema BRI. Dalam jangka panjang, Tiongkok diharapkan dapat memimpin sebuah babak baru dalam proses globalisasi untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dunia.