- Artikel
- Keberlanjutan
- Perbankan hijau
Bagaimana kemitraan Blended Finance akan mempercepat transisi energi di Asia
Peluncuran Just Energy Transition Partnership di Indonesia dan Vietnam merupakan langkah signifikan dalam menyatukan sumber modal pemerintah dan swasta untuk mengatasi tantangan dekarbonisasi terbesar di Asia.
Di negara-negara berkembang di Asia, pemerintah merespons krisis iklim dengan komitmen yang berani untuk melakukan transisi menuju emisi nol bersih dalam beberapa dekade mendatang. Namun peralihan dari pembangkit listrik tenaga batu bara ke energi ramah lingkungan akan memerlukan waktu, modal yang sangat besar, dan manajemen risiko yang cermat.
Inisiatif blended finance, yang menggabungkan modal komersial dengan bantuan atau sumbangan resmi, akan menjadi bagian dari solusi. Dengan menyatukan mitra pemerintah dan swasta, program seperti Just Energy Transition Partnerships (JETPs) di Indonesia dan Vietnam bertujuan untuk mempercepat proses tersebut.
Secara keseluruhan, JETP merupakan bagian dari kebutuhan pendanaan yang lebih luas untuk disalurkan ke agenda transisi, hal ini menandai sebuah langkah penting.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendanaan energi ramah lingkungan dan mendukung penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara. Hal yang mungkin paling penting ialah mereka bertujuan untuk menciptakan pola pembagian risiko yang selanjutnya dapat membuka dan menggerakan modal untuk membantu mendorong pengurangan emisi di sektor-sektor padat karbon lainnya.
Indonesia dan Vietnam menandatangani JETP pada akhir tahun 2022. Dalam studi kasus, sekelompok negara G20 telah memberikan komitmen miliaran dolar untuk mengkatalisasi transisi – USD10 miliar untuk Indonesia dan USD7,75 miliar untuk Vietnam. Lembaga keuangan swasta telah berjanji untuk memberikan komitmen setidaknya dengan jumlah yang sama. HSBC berpartisipasi sebagai penggerak dan penyedia modal swasta sejalan dengan komitmennya sebagai anggota Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), sebuah kelompok lembaga keuangan yang berkomitmen untuk mempercepat dekarbonisasi1.
Skala inisiatif JETP merupakan sinyal tekad negara-negara maju dan berkembang untuk berkolaborasi dan memenuhi janji emisi mereka.
|
“Perusahaan dan investor dapat mengharapkan inisiatif ini untuk membuka lebih banyak modal dalam pengembangan energi terbarukan karena para pembuat kebijakan dan badan usaha milik negara fokus pada pengembangan energi ramah lingkungan,” tambahnya.
Pentingnya mobilisasi keuangan
Transisi dari sektor pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan persyaratan penting dalam transisi menuju Net Zero dan merupakan target utama JETP.
Kebutuhan untuk melakukan Tindakan sangatlah mendesak. Indonesia menghasilkan lebih dari 60% listriknya dari pembangkit listrik tenaga batu bara, sementara lebih dari 80% pembangkit listrik tenaga batu bara di Vietnam berumur kurang dari 10 tahun2. Menurut International Energy Agency (IEA), Asia memiliki armada pembangkit listrik tenaga batu bara termuda di dunia, dan fasilitas tersebut memiliki umur rata-rata 30-40 tahun34. Hal ini mengarah pada kebutuhan untuk bertindak cerdas dan cepat dalam menjadwalkan penghentian produksi masing-masing pabrik agar dapat menghasilkan pengurangan emisi yang terbaik.
Menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara yang kurang efisien lebih cepat dari jadwal jelas akan berdampak positif terhadap emisi di Asia, namun hal ini perlu diselaraskan dengan penciptaan energi pengganti rendah karbon serta mengatasi dampaknya terhadap rantai pasokan, investor, dan komunitas lokal. jika program ini ingin mendapatkan dukungan luas.
JETP bertujuan untuk memfasilitasi penghentian penggunaan batu bara secara dini dengan menciptakan kerangka kerja bagi sektor publik dan investor swasta untuk bekerja sama.
Dukungan sektor publik dipandang penting dalam memberikan keyakinan kepada seluruh pemangku kepentingan termasuk investor swasta bahwa dana mereka akan benar-benar digunakan untuk mengurangi emisi karbon, tanpa menimbulkan dampak sosial yang negatif. Tanpa upaya perlindungan yang tepat, terdapat risiko “kebocoran emisi” – yang nantinya akan membalikkan dampak dekarbonisasi, serta risiko hilangnya pekerjaan dan pendapatan masyarakat yang terkena dampak. Memadukan pendanaan dari sumber pemerintah dan swasta dapat membantu mempercepat peralihan dari batu bara dengan mengurangi biaya modal, sehingga memperpendek periode pengembalian modal (payback period) pembangkit listrik dan mendorong investor untuk menerima penghentian dini atas aset mereka.
Mengurangi biaya pendanaan dapat dilakukan melalui “pembagian risiko” dengan Pemerintah, yayasan filantropi atau bank pembangunan dengan menggunakan beberapa pendekatan termasuk hibah, modal konsesi, atau jaminan.
Blended finance memiliki potensi yang sangat besar bagi sektor energi Asia karena dapat digunakan untuk memitigasi risiko yang menghambat aliran modal ke tempat yang paling membutuhkan.
|
Dari teori ke praktek
Kemitraan ini menciptakan berbagai peluang bagi perusahaan dan investor:
- Penghasil tenaga. JETP bertujuan untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara lebih awal dengan menyediakan mekanisme untuk menggantikan pendapatan yang hilang dan membatalkan kontrak komersial jangka panjang. Hal ini akan memberi pemilik dan operator pembangkit listrik tenaga batu bara lebih banyak pilihan untuk keluar dari investasi mereka dan mendaur ulang modal mereka ke aset lain – yang tidak terlalu intensif karbon. Hal ini juga mengurangi risiko bahwa pembangkit listrik tenaga panas akan menjadi aset “terlantar” di neraca pemiliknya.
- Pengembang energi terbarukan. Perusahaan yang membangun, memiliki atau mengoperasikan pembangkit listrik terbarukan mungkin dapat memperoleh investasi tambahan, serta mendapatkan peluang untuk menyewa lahan atau sambungan jaringan dari operator pembangkit listrik tenaga panas sebagai hasil dari rencana energi nasional yang telah meningkatkan fokus pada pengembangan sumber daya terbarukan.
- Investor institusi. Dana Kekayaan Negara (Sovereign Wealth Fund) dan dana pensiun mungkin melihat peluang untuk mengakuisisi aset-aset pembangkit listrik termal dan menguranginya sesuai dengan mandat pengelolaannya. Manajer aset juga dapat menyediakan pendanaan utang jangka panjang untuk mendukung penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara dengan membantu mengoptimalkan struktur modal pemiliknya dan mengurangi biaya pendanaan secara keseluruhan. Instrumen terkait keberlanjutan juga dapat berperan dalam menyelaraskan kepentingan dan komitmen semua pihak.
- Lembaga keuangan. Format JETP bertujuan untuk menarik lebih banyak modal swasta ke sektor energi, baik untuk penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara maupun peningkatan energi terbarukan. Dengan berinvestasi bersama sektor publik, bank-bank dan lembaga keuangan lainnya yang menerapkan kebijakan zero-aligned net zero akan memberikan dampak besar terhadap pengurangan emisi dalam perekonomian riil. Kerangka kerja mitigasi risiko yang kuat adalah kunci untuk memastikan bahwa transaksi penghapusan batu bara kredibel dan tidak bertentangan dengan kebijakan net-zero yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tersebut.
- Penanggung dan penjamin. Peningkatan kredit, melalui asuransi atau jaminan pembayaran, dapat mendukung transisi energi dengan memitigasi risiko investasi di sektor ketenagalistrikan. Entitas sektor publik mempunyai peran penting ketika terdapat kesenjangan di pasar komersial. Ada peluang bagi mekanisme asuransi inovatif untuk mendukung pembiayaan transisi di banyak pasar Asia.
GFANZ sedang menyusun panduan sukarela bagi lembaga keuangan yang ingin mendukung penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara di Asia dan menerbitkan rekomendasi untuk konsultasi pada KTT GFANZ APAC perdana selama pekan Ecosperity di Singapura pada bulan Juni5.
HSBC ikut memimpin alur kerja yang mengembangkan panduan ini dan berupaya mendorong diskusi dan umpan balik untuk membantu mengarahkan konsultasi. Terdiri dari 10 rekomendasi dalam tiga langkah proses yang berfokus pada kredibilitas, dampak, dan akuntabilitas, panduan sukarela yang kuat ini bertujuan untuk mendorong modal ke posisi yang paling efektif dalam mewujudkan dekarbonisasi nyata di Asia.
Bergerak maju bersama
Meskipun JETP sangat penting, namun hal ini hanyalah salah satu bagian dari transisi energi dan langkah pertama dari Asia Tenggara menuju net zero. Di Indonesia, misalnya, program ini bertujuan untuk membatasi emisi dari sektor ketenagalistrikan sebesar 290 juta ton CO2 pada tahun 2030, turun dari perkiraan saat ini sebesar 357 juta ton. IEA menghitung bahwa ASEAN perlu meningkatkan investasi energi dari sekitar USD70 miliar menjadi USD190 miliar per tahun pada tahun 2030 untuk memenuhi target iklimnya.
Dibutuhkan waktu untuk mengubah janji-janji JETP menjadi investasi nyata dalam dekarbonisasi, namun perusahaan dan investor di seluruh rantai nilai energi dapat berharap bahwa kemitraan ini akan menghasilkan perubahan dan hasil yang positif. Ketika transaksi percontohan pertama memberikan bukti konsep, JETP mempunyai potensi untuk mengubah rantai pasokan, arus kas, dan penilaian di sektor energi. Kemitraan terobosan antara pemerintah dan sektor swasta ini merupakan alat penting dalam mengatasi beberapa tantangan terbesar dalam transisi energi. Seiring dengan semakin cepatnya laju perubahan, perusahaan-perusahaan di sektor energi Asia Tenggara perlu memastikan bahwa mereka siap menghadapi lonjakan pergerakan aktivitas keberlanjutan.